Sabtu, 11 Maret 2017

"Anak Anak Bangsa Yang Mencintai Negaranya"


.
Indonesia - tanah air kita, yang sejak dulu kala selalu dipuja puja banyak bangsa.
(Tolong jangan membaca baris di atas sambil bersenandung, karena saya tidak sedang mengajak untuk bernyanyi. Hehe)
Jadi, maksud dan tujuan ulasan saya kali adalah guna membahas tentang 3 gadis pemanah berbeda suku dan daerah yang pernah membuat kita - bangsa Indonesia bangga menegakkan kepala di hadapan negara lain se-dunia di ajang Olimpiade International pada tahun 1988 (saya masih balita berusia 3 tahun saat itu → Abaikan!)
Saya mulai dari Yana - sosok gadis asal DKI Jakarta yang sangat antusias menjadi atlet panah putri mewakili Indonesia, tapi sangat disayangkan, ia mendapat tentangan sangat keras dari Ayah nya. Bagi sang Ayah yang pernah dikecewakan sangat mendalam oleh kesatuaannya - apa yang dilakukan anak semata wayangnya itu adalah hal sia-sia dan tidak berarti apa apa. Tidak berguna dan bukan membuat bangga, tapi membuang waktu dan energi juga kesempatan. Ayahnya hanya ingin Yana menyelesaikan skripsi dan lulus tepat waktu. Itu saja! Non Sense tentang berjuang untuk membuat bangga negara. Dan saya melihat kepedihan itu dalam diri Yana.
Akting @bclsinclair sebagai pemeran Yana, saya kasih two tumbs up! Ekspresi wajah saat membidik kan anak panah, kegigihan dan semangatnya untuk terus menguatkan rekan team, terlihat sangat meyakinkan. Dan entah bagaimana saya melihat ada keteguhan sosok Rania Samudera dalam film #JilbabTreveler #LoveSparksInKorea juga kebijaksanaan serta kelembutan sosok Hasri Ainun dalam film #AinunHabibie yang terbawa dalam peran ini. Heh he (Just In My Opinion)
.
Gadis kedua diperankan sangat baik dengan menggunakam logat Bugis yang nyaman didengar telinga oleh @tarabasro adalah Suma → sosok berpendirian tegas itu menghadapi dilema atas kondisi perekonomian keluarganya. Sebagai anak sulung, Suma menjadi harapan utama dan tulang punggung bagi kelanjutan pendidikan 3 orang adik yg masih usia sekolah. Di berhentikan dari pekerjaan sebagai penjaga toko demi memiliki waktu latihan, dan menolak kesempatan menjadi PNS demi mengikuti seleksi pelatnas yang belum tentu berhasil atau tidak.
Tekad Suma memberi yang terbaik untuk negara, membuat saya terharu.
.
Gadis ke tiga - Lilis asal Surabaya, diperankan dengan sangat apik oleh @chelseaislan. Jangan berharap bisa melihat ada jejak Illonna di #RudyHabibie dalam film ini. Chelsea benar benar total menjadi gadis Jawa dengan dialek medok dan kepolosan yang bikin saya ngakak ketawa.
Ya, gadis yang merupakan putri dari pasangan mantan atlet nasional itu memiliki konflik sendiri. Tuntutan yang tinggi dan latihan yang keras dari Ibunya membuat gadis itu tertekan. Juga urusan perjodohan dengan anak pengusaha yang sama sekali tidak disukai.
Ibu Lilis punya alasan menentang hubungan putrinya dengan salah satu atlet karate, yaitu karena menikah dengan sesama atlet itu tidak menjanjikan masa depan yang baik dan mapan.
Bukan kondisi yang baik bagi psikologis Lilis utk bisa lolos dalam seleksi menuju Olimpiade.
Tapi pertemuannya dengan dua rekan baru (Yana dan Suma) juga pelatih galak yang tanpa ampun, sampai satu peristiwa kecelakaan terjadi pada Ibunya, mengubah tekad gadis periang itu.
Sampai akhinya mereka pun berhasil tiba di Seoul, membawa nama Indonesia.
Ada secene yang membuat luber air mata - ketika Yana menyemangati teamnya dengan meneriakkan kata "Indonesia" di tengah kondisi kritis mental saat akhir pertandingan.
Dan ingatan pada semua kekecewaan rakyat atas ketidak berhasilan para atlet yang mereka lihat sebelum berangkat ke Korea,
Juga harapan serta janji yang mereka genggam utk mengobati semua kekecewaan rakyat, menjadi letupan energi yang membuat mereka mengangkat busur dengan penuh keyakinan.
Dan akhirnya...
Medali perak yang merupakan medali pertama bagi Indonesia sejak 30-an tahun kesertaan dalam Olimpiade - berhasil mereka bawa pulang.
.
Ah ya! Sosok yang tidak kalah penting dlm film ini adalah Bang Pandi - yang diperankan tentu saja dengan sangat cemerlang oleh Reza Rahadian.
Atlet panah yang disebut Robin Hood Indonesia - pernah mencatat rekor terbaik dunia dalam ketepatan hasil bidikan anak panahnya, harus berjibaku dengan konflik internal. Antara menyembuhkan "luka" yang membuatnya terpuruk dan "menghilangkan" diri, atau bangkit menjadikan luka itu sebagai batu pijak utk "melahirkan" generasi penerus cita-citanya.
Pernah gagal ikut olimpiade sebab urusan politik membuat Bang Pandi kehilangan kepercayaan pada pemerintah.
Saya sempat meraba "detak di balik iga kiri" untuk merasakan bagaimana tidak mudahnya berada dalam posisi Bang Pandi.
Pernah dilukai sangat dalam, lalu diminta untuk melatih team panah yg akan dikirim ke Olimpiade. Dan team itu - putri. Dua kesulitan menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.
Akan tetapi demi negara ini - seperti yang dikatakan untuk memotivasi anak anak didikannya - seoarang Donald Pandiangan pun kembali turun ke lapangan.

Note - setelah tau alasan politik yang membuat Bang Pandi gagal ikut Olimpiade ke Moscow.
Saya merasa mendukung pemerintah saat itu.
Karena hal tersebut terkait dengan urusan kemanusian.
(Tidak menerima debat dan protesan. Hanya pendapat pribadi saya. Saya bukan tidak mendukung para atlet yang mau berjuang utk negara. Ini hanya tentang pilihan atas dua kondisi yang berlawanan)

Hal terbaik film ini adalah...
Nilai nasionalisme yang kuat tergambar dalam upaya mereka untuk mengharumkan nama Indonesia dimana saat itu benar benar sedang terpuruk.

Well...
Jangan lewatkan..!!
Please Suport This Movie...
Untuk Indonesia...

Salam Anak Bangsa




___ Mataram, 9 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar